Balikpapan: Meneer Menten & Kota yang Tertukar
Balikpapan, kota kecil di Pulau Kalimantan ini berkembang karena ketidaksengajaan. Kalau bukan karena nekadnya Jacobus Hubertus Menten, Balikpapan tak jadi salah satu kota termodern di Indonesia.
Singapura bisa jadi bukan apa-apa jika Sir Stamford Raffles tak injakkan
kakinya di sana. Sebelumnya hanya ada jejak aristokrasi Melayu dan komunitas penjelajah
Bugis. Niat Raffles membangun pelabuhan akhirnya membesarkan negara kecil di
Selat Malaka ini.
Cerita serupa terjadi di Balikpapan. Hutan tropis di tepi teluk ini
hanyalah pos keamanan kecil bagi Kesultanan Kutai. Sama halnya dengan
Singapura, sempat tercatat komunitas imigran Bugis bermukim di pesisir Balikpapan.
Sampai suatu ketika, noktah kecil di wilayah Kesultanan ini berubah
menjadi penting dalam sejarah dunia. Dear Balikpapaners, begini ceritanya…
Pada Agustus 1860, Departemen Pertambangan Kerajaan Belanda mengirim
Jacobus Hubertus Menten ke Kalimantan Timur. Menten, lulusan teknik
pertambangan Akademi Delft ini mendapat tugas berburu batubara.
Perburuannya pun berhasil. Menten menemukan batubara berkualitas baik di
sekitar Delta Mahakam, Kutai dan sekitarnya. Ia pun berhasil menjalin hubungan
baik dengan Sultan Kutai. Menten lalu diangkat menjadi manajer perusahaan batubara Kerajaan
Belanda pada 1862.
Setelah beberapa penugasan di Bangka dan Bogor, Menten mengundurkan diri
dari Departemen Pertambangan pada 1882. Awal Desember di tahun yang sama, ia
mendapatkan konsesi tambang batubara dari Sultan Kutai. Pada 1888, Menten
menyerahkan konsesi ini kepada Steenkolen Maatschappij Oost Borneo (SMOB).
Pada masa itu Menten sadar potensi minyak di wilayah Kalimantan Timur. Ia sempat
mengundang kawannya, Sultan Aji Sulaiman melihat rembesan minyak bumi di
wilayahnya. Tak butuh waktu lama, Aji Sulaiman memberi konsesi pada Menten, 29
Agustus 1888.
Menten mendapat konsesi eksploitasi minyak bumi meliputi seluruh wilayah
Kutai. Konsesi pertama dinamakan Louise, seperti nama anak perempuan Menten. Sementara Pemerintah Belanda baru menyetujui konsesi Louise pada 30 Juni 1891.
Sayangnya Menten tak memiliki modal. Para pemodal di Eropa, termasuk
Kerajaan Belanda tak berminat memodali proyek nekad Menten mengeksplorasi
minyak di Kalimantan. Untungnya Sultan Kutai memperpanjang izin eksplorasi hingga
akhir 1897.
Beruntung pada September 1895 Menten
bertemu Sir Marcus Samuel. dari Shell Transport and Trading Ltd yang bermarkas
di London. Sir Marcus siap mempertaruhkan modal demi mencoba peruntungan di
Kalimantan Timur.
Dalam perjalanannya kembali ke Kalimantan, Menten berjumpa Adrian Stoop
dari perusahaan SMOB. Stoop bersama SMOB juga mengajukan konsesi minyak bersamaan
dengan perizinan Louise. Artinya,
SMOB akan menjadi saingan Menten berburu minyak di Kalimantan Timur.
Pada akhir Desember 1896, SMOB dan
Menten memulai perburuan mereka. Dengan masuknya modal Shell, Samuel dan Menten
membentuk perusahaan baru guna memenuhi persyaratan peraturan Hindia Belanda.
Nederlandsch Indische Industrie en Handel Maatschappij (NIIHM).
Menten memulainya di wilayah konsesi Louise. Wilayah ini berada di
rawa-rawa (swamps) Delta Mahakam, dekat Sungai Sanga-sanga (anak Sungai Mahakam).
Keadaan alam Kalimantan Timur menjadi kendala.
Mereka harus berhadapan dengan hewan liar, mulai dari babi, orangutan,
hingga lintah. Sejumlah pekerja baik dari Jawa maupun Eropa tewas karena
penyakit. Belum lagi rumah, jembatan, atau pelabuhan kayu yang mereka bangun
cepat sekali membusuk.
Meski kesulitan terus merundung, Menten
berhasil mendapatkan minyak komersil pada kedalaman 150 kaki di Sanga-sanga
tepat 5 Februari 1897. Minyak mentah (crude) yang mereka dapat ini memang tidak
cocok untuk lampu. Namun, Samuel mengetahuinya sebagai sumber untuk bahan bakar
mesin.
Di waktu yang sama, Menten mencari
lokasi yang tepat sebagai tempat pengolahan (refinery) minyak sekaligus
pelabuhan. Menten menemukan lahan cocok di Teluk Balikpapan (Bay of Balik
Papan). Tanah luas dikelilingi hutan tropis dan vegetasi pesisir, serta laut
yang dalam.
Saat survei, tanpa sengaja, tim Menten melihat rembesan minyak saat di sekitar Tandjung Toekoeng, Balikpapan.
Menten segera mengajukan izin konsesi minyak yang kemudian dinamakan
Mathilde. Pada musim gugur di tahun yang sama, Menten melaporkannya ke pemerintah Hindia Belanda.
Sumur di sekitar Tandjung Toekoeng itu menghasilkan semburan minyak yang deras
pada 15 April 1898 di kedalaman 180 meter. Pencariannya selama belasan tahun
akhirnya berbuah manis. Di Balikpapan, Menten tak hanya mendapat pelabuhan,
tetapi juga sumber minyak baru.
Di sepanjang 1898, Menten mendatangkan pekerja pengeboran dan pengolahan
ke Balikpapan. Kapal uap serta kapal layar pengangkut material dan peralatan pengeboran
akhirnya merapat di Balikpapan.
Pada 20 Agustus 1898 untuk pertama kali kapal tanker Shell berlayar
mengirimkan minyak mentah dari Kalimantan Timur menuju penyimpanan di Singapura.
Disusul pengiriman langsung ke London dengan kapal uap Broadmain.
Ini menjadi terobosan luar biasa dalam perdagangan minyak Asia. Nekadnya
Menten ditambah keberanian Samuel berbuah manis hingga kini. Dari Menten yang
tak sengaja, Balikpapan menjadi kota luar biasa.
Meski kenyataannya Balikpapan bukanlah kota minyak. Jumlah minyak di Balikpapan
ternyata hanya sedikit. Jauh lebih sedikit dibandingkan konsesi Louise di
wilayah Kutai yang masih terus berproduksi sampai sekarang.
Sepantasnya daerah yang berkembang adalah di sekitar wilayah operasi
minyak seperti bayangan Menten ratusan tahun silam. Namun semesta berkehendak
lain. Balikpapan terus berkembang dan lebih dikenal hingga kini.
Nama Menten kini nyaris dilupakan Balikpapaners. Tak seperti Singapura mendirikan patung Sir Raffles yang bernama harum. Nama Menten hanya bersemayam sunyi
dalam catatan singkat laman Pemerintah Kota Balikpapan. Laman daring resmi yang tak tahu
nama lengkap si Menten.
Wahai Jacobus Hubertus Menten! Barangkali
berjumpa dengan Sultan Aji Sulaiman, sahabat Anda. Titip salam dan pesan untuk
beliau. Beliau kini abadi menjadi nama bandara kota kami, Balikpapan. Kota temuan Anda yang
tak pernah beliau kunjungi.
*Sumber Pustaka
1. Poley, J. Ph., Eroica: The Quest for Oil in Indonesia
(1850-1898), (Springer Schience Business Media: 2000).
2. Magenda, Burhan,
East Kalimantan: The Decline of
Commercial Aristocracy, (New York: Cornell University, 1991).
3. http://menten.org/wiki/index.php5?title=Jacobus_Hubertus_Menten
4. Topografischen dienst, Blad 67/XXII e. dan
67/XXII f, (Batavia: Reproductiebedrijf Topografischen dienst, 1932), dalam
Arsip Kartografi ANRI Kalimantan No. 2500 dan 2501.
5. Koniklijke
Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch
IndiĆ«: Verslag over 1911. (S’Gravenhage: 1912).