Dekat Tuhan itu Indah (I): Masjid Agung Jawa Tengah



Menikmati keindahan fenomena alami itu biasa. Ada hal berbeda saat menemukan keindahan pada fenomena ilahi. Kali ini bukan gunung atau pantai yang menarik hati. Rumah Tuhan pun bisa memanjakan mata.
Masjid Agung Jawa Tengah berhias payung penutup di pelataran.


Petualanganku kali ini punya tema berbeda. Aku menghabiskan satu sesi liburanku mengunjungi situs religius atau rumah ibadah. Tak hanya bertukar sapa dengan-Nya dalam doa.

Aku juga menikmati keindahan tempat-tempat pemujaan-Nya. Kali ini aku ingin membuktikan kalau dekat Tuhan itu tak hanya menenteramkan hati. Tetapi juga indah!

Rumah Tuhan pertama yang ingin kuceritakan ini adalah Masjid Agung Jawa Tengah di Kota Semarang. Tiba di pelataran parkir masjid, aku terkagum-kagum dengan sentuhan pilar layaknya colloseum di Roma.

Dua puluh lima pilar mengelilingi serambi mewakili jumlah Rasul yang diutus Allah. Kendati bergaya Eropa, guratan kaligrafi Arab di dinding pilar menegaskan nuansa Islami.

Kesan Timur Tengah tampak pada kubah dan empat minaretnya. Sementara tanjungan di bawah kubah serta dinding masjid memberi identitas Jawa. Langit biru nan cerah saat aku datang turut menegaskan kemegahan bangunan ini.
Perpaduan arsitektur Jawa, Arab, dan Eropa pada Masjid Agung Jawa Tengah


Dinding dan jendela bangunan utama mengingatkan kita pada Masjid Demak. Sementara enam payung hidrolik di serambi serupa dengan milik Masjid Nabawi di Medinah.

Enam payung ini biasa dibuka saat Sholat Jumat atau Ied. Aku bukan pengamat arsitektur. Tapi begitulah kira-kira penampakan masjid megah ini. 
Tak hanya bangunan yang menakjubkan. MAJT menyimpan bedug raksasa dan Alquran raksasa. Bedugnya berukuran panjang 310 cm dengan keliling tengah mencapai 683 cm. Bedug ini menghabiskan 156 buah paku.

Al Quran raksasa dalam Masjid Agung Jawa Tengah
Sementara Quran raksasa yang menghabiskan waktu penulisan 27 bulan berukuran 145x95 cm. Aku beruntung karena saat itu sang penjaga masjid mau membukanya.
 
Masih ada Menara Al Husna yang luar biasa dalam kompleks MAJT. Tinggi menara ini mencapai 99 meter. Sesuai dengan jumlah Asma Al-Husna. Aku sempat naik hingga ke puncak menara.

Menara Asma Al-Husna
Dari atas tampak bangunan kompleks MAJT yang dikelilingi persawahan. Tampak pula sebagian Kota Semarang. Untuk naik ke puncak menara menggunakan lift, aku harus membayar sejumlah uang dan menunggu giliran.

Saranku datanglah di pagi hari. Saat masih sepi dan bukan waktu sholat. Selain lebih bebas berfoto ria, suasana tenang nan syahdu lebih pas saat mengunjungi tempat ibadah.

Jangan tanya bagaimana cara menuju MAJT. Waktu itu aku hanya bermodal google maps. Waktu tempuhku ke MAJT hanya 10 menit dari Jl. Pemuda dengan melintasi kawasan Kota Lama.

Akupun bersyukur saat meninggalkan MAJT dengan motorku. Aku bersyukur mendapati rumah Tuhan sungguh luar biasa. Sambil berharap MAJT tak hanya mengundang umat berfoto saja. Tetapi juga mendekatkan kita kepada Dia!



Maher Zain mengungkapkan dalam lagunya, “Allahi Allah Kiya Karo”
“O Allah, You’re here and You’re always near.
And I know without a doubt
That You always hear my prayer.”




Dekat Tuhan itu memang indah!

Popular Posts