Chapter V: Senarai Rasa di Antara Kita
Ada sejuta rasa dalam sebuah hubungan. Begitu juga hubunganku denganmu. Bukan pekerjaan mudah menyenarai rasa yang pernah ada di antara kita, tapi aku masih ingat rasa-rasa itu tanpa perlu menyusun sebuah senarai.
Aku masih
ingat rasanya kamu berkunjung pertama kali ke Jogja. Itulah kali pertama kamu datang ke Jogja sesudah
kita mulai saling bertukar pesan singkat. Jalan bareng pertama di Jogja sebelum
kita pacaran.
Waktu itu
rasanya aneh, membuatku berpikir dan bertanya pada diri sendiri. Aku mengajakmu melihat air terjun yang kering di Kaliurang. Air
terjun kering kok dilihat ya? Siapa yang peduli dengan air terjun atau
pemandangan? Aku sih ngga peduli. Waktu itu aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu. Titik!
Di Kaliurang, aku menemanimu menikmati jadah bakar khas Kaliurang, makanan yang sampe sekarang
belum aku pahami rasanya. Namun, sekedar menikmati senyummu aku ngga papa makan ketan dan tempe bacem
ditambah dorongan cabe rawit.
Aku masih
ingat rasanya mencoba untuk tidak falling
in love ke kamu. Aku sendiri yang waktu itu mengusulkan kita untuk tetap
berteman saja. Caranya dengan tidak saling kirim sms atau telpon setiap hari.
Namun ternyata,
alih-alih tidak falling in love ke
kamu, aku malah bangkit dan standing in
love with you. Ya! Tak sampai 12 jam berkomitmen untuk tidak saling kontak
dulu, malah aku sendiri yang menelponmu lebih dulu. Hanya untuk menanyakan kamu
sudah makan siang atau belum. Geez!
Aku masih
ingat rasanya waktu memutuskan menembakmu. Akhirnya memberanikan diri mengajakmu
berpacaran. Memilih hari ultahmu untuk mengajakmu berpacaran. Memilih dan
membeli buku untuk hadiah ultahmu.
Waktu itu aku memilih
buku cerita perjalanan “5cm” sebagai hadiah. Alasannya karena aku tahu, kamu
dan aku suka jalan-jalan. Ya itu tadi, jalan-jalan melihat air terjun yang
kering.
Aku masih
ingat malam bersejarah sebelum kamu ultah itu. Seperti malam-malam sebelumnya,
ngobrol lewat ponsel
berjam-jam hingga larut malam. Tak peduli besok pagi kamu harus berkumpul pergi
piknik kantor.
Rasanya biasa
saja. Lho! Jadian kok biasa aja? Jujur ya! Rasanya waktu nembak kamu
itu ya datar saja. Karena aku tahu kamu pasti terima ajakanku. Bukan jumawa. Tapi
ya ini rasanya tau perasaan orang yang punya perasaan sama dengan yang kamu
rasa. Bingung kan?
Aku masih
ingat rasanya saat jalan-jalan, kita berdua nyaris gegulingan di jurang lereng
Merbabu. Waktu itu boncengan dari Salatiga ke Jogja via Kopeng. Di turunan sempit, tetiba mobil melambung dari arah
berlawanan. Untungnya sempat menghindar meski terseok-seok keluar dari aspal jalan.
Waktu itu
rasanya emosi. Aku memutar balik arah dan memacu motor demi mengejar mobil
sia*an tadi. Tapi kamu menegurku untuk tidak emosi dan tak perlu mengejar mobil
tadi. Sampai kamu pun emosi karena aku tak mendengar saranmu.
Aku masih
ingat rasanya kabur dari liputan sepakbola di Jepara untuk bisa ketemu kamu di
Salatiga. Ya rasanya melegakan setelah berbulan-bulan memendam rindu. Saat itu aku kerja di Kalimantan, dan kamu di Jawa.
Rasa rindu itu
cair dengan menghabiskan lalapan pecel ayam di depan Atrium. Dilanjutkan dengan
menikmati roti bakar coklat keju dan segelas teh jahe gula merah di Night Café.
Belum puas melepas
rindu, aku harus menyaksikanmu pulang kembali dengan mobil travel. Sementara aku
harus kembali ke Jepara sambil menanggung rindu. Masih ada pertandingan sepak bola yang harus kulaporkan ke pembaca.
Aku masih
ingat rasanya berdua denganmu. Berfoto berdua di Bromo. Naik perahu di Pantai
Pasir Putih Situbondo, makan sate di air terjun Cipendok, menunggu bis di Terminal
Tirtonadi Solo, bahkan ribut di pinggir rel Stasiun Lempuyangan Jogja.
Aku juga masih
ingat kita berteduh di SMPN 2 Marga Sari Tegal, minum teh botol di Pantai Kemala
Balikpapan, naik kereta tua Stasiun Ambarawa-Stasiun Tuntang, hingga berburu
cincin nikah di Pasar Wage.
Ini sekadar senarai rasa di antara kita. Bagiku bukanlah soal menyenaraikan rasa, sebab rasa bukanlah segalanya. Kamu segalanya bagiku, apa pun rasanya!
...........to be continued..............