Balikpapan dan Ultah yang Hilang*



Setiap manusia jelas berulang tahun pada hari kelahirannya. Dian Sastro misalnya. Godaan terberat laki-laki selain harta dan tahta ini jelas berulang tahun setiap 16 Maret tepat pada hari kelahirannya.

Begitu juga institusi. Umumnya berulang tahun pada hari pembentukannya. Lain halnya dengan kota atau kabupaten. Hal berbeda bisa mendasari penentuan hari ulang tahun mereka.

Kota Salatiga memilih ulang tahun berdasarkan ketetapan status tanah di prasasti Plumpungan. Kota Samarinda memilih 21 Januari. Tanggal ini diyakini sebagai kedatangan awal suku Bugis Wajo yang bermukim di sekitar Muara Karang Mumus.

Sementara Balikpapan memilih 10 Februari sebagai hari ulang tahun. Tanggal ini dipilih berdasarkan peristiwa pengeboran pertama sumur minyak Balikpapan.  Momen ini ditetapkan pada seminar sejarah Balikpapan pada 1 Desember 1984.

Wajar saja Balikpapan memilih peristiwa terkait pengeboran minyak sebagai hari ulang tahun. Kota Balikpapan praktis berdiri dan berkembang karena industri minyak sejak akhir abad ke-19.

Balikpapan hanyalah sebuah pos keamanan (outpost) Kerajaan Kutai hingga minyak ditemukan di wilayah Kalimantan Timur. Hanya ada komunitas Bugis yang menetap di wilayah yang sekarang disebut Kampung Baru.

Penemuan minyak di Sanga-sanga oleh Jacobus Hubertus Menten mengubah keadaan Balikpapan. Pada Desember 1896 Menten memulai berburu minyak di Sanga-sanga.

Meski peralatan terbatas dan medan yang sulit, sumur di Sanga-sanga ini berhasil menyemburkan minyak pada 5 Februari 1897. Hal ini diungkapkan J. Ph. Poley dalam bukunya, “The Quest for Oil in Indonesia 1850-1898.”

Sementara berburu minyak, Menten juga membutuhkan pelabuhan dan pengilangan sebelum dikapalkan ke Eropa. Menten mendapati Tanjung Tukung di Balikpapan yang tepat menjadi pelabuhan. Saat survey, tim Menten justru menemukan rembesan minyak. Menten tak ingin menyia-nyiakan penemuan ini.

Ia mengajukan konsesi Mathilde yang akhirnya disetujui pemerintah Hindia Belanda pada awal 1898. Sulit diketahui kapan sumur di Balikpapan ini mulai dibor. Namun sejumlah dokumen menyebutkan minyak pertama mulai menyembur pada April 1898.
Perkampungan di Balikpapan pada awal eksploitasi minyak dimulai_KOLEKSI PERTAMINA RU V

Nyaris tak ada sumber yang menyebut pengeboran minyak pertama di Balikpapan berlangsung pada 10 Februari 1897. Satu-satunya sumber yang dikutip hanyalah hasil seminar 1984 yang dokumennya pun tak lagi tersimpan di Dinas Arsip dan Perpustakaan Pemerintah Kota Balikpapan.

Koloniaal Verslag van 1898 menuliskan konsesi Mathilde baru mulai dikerjakan musim semi 1897. Hal senada juga terungkap dalam rekapitulasi konsesi Hindia Belanda dalam tulisan J. Ph. Poley. Pemerintah Hindia Belanda malah baru memberi izin untuk konsesi Belanda pada awal 1898.

Kita mengetahui Menten dan tim sedang mengeksplorasi Konsesi Louise di Sanga-sanga pada 5 Februari 1897. Bukan pekerjaan mudah untuk berada di Balikpapan lima hari berikutnya lalu memulai pengeboran.

Menten sendiri jelas mengeluhkan minimnya peralatan serta medan yang sulit di Sangasanga saat itu. Terbayang repotnya harus mengangkut peralatan ke Balikpapan untuk eksploitasi baru.

Menurut Poley, Menten baru mendatangkan peralatan dan pekerja pengeboran di sepanjang 1898. Jadi data di atas memberi kesimpulan belum ada pengeboran minyak di Balikpapan pada 10 Februari 1897.

Tulisan ini tidak berniat mengubah hari ulang tahun Balikpapan seperti Surabaya. Ulang tahun ibu kota Jawa Timur itu pernah berubah pada 1975. Sebelumnya Surabaya merayakan ulang tahun setiap 1 April. Namun kemudian berubah menjadi 31 Mei.

Sejarawan Petrik Matanasi berpendapat 10 Februari 1897 bisa jadi hanya pembukaan sumur tanpa ada pengeboran. Menurut dia, pemilihan 10 Februari 1897 tentu berdasarkan alasan tertentu.

Selama ini, lanjut Petrik, kita sudah terbiasa dengan tanggal 10 Februari. Sehingga warga Balikpapan sudah memaklumi dan seolah menjadi kesepakatan bersama.

Akurasi fakta sejarah bukanlah sebuah keniscayaan dalam menentukan hari ulang tahun kota. Lihat saja Jakarta yang merayakan ulang tahunnya setiap 22 Juni. Tanggal ini ditetapkan berdasarkan catatan penaklukkan Fatahillah atas Sunda Kelapa.

Fatahillah lalu mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Namun ada sejarawan yang mengatakan 50 puluh tahun sesudah penaklukkan, nama Sunda Kelapa masih tetap dipakai. 

Lalu bagaimana dengan Balikpapan? Sayang sekali Balikpapan belum memberi tempat yang layak bagi sejarahnya sendiri. Bahkan dokumen ulang tahunnya saja hilang entah ke mana. 

*) Pernah dimuat di Kaltim Post Edisi 10 Februari 2016

Popular Posts