Balikpapan yang Lebih Dulu Merdeka

Anda tentu asing dengan MacArthur Landing Memorial National Park. Wajar saja karena objek wisata sejarah ini terletak di Pulau Leyte, Filipina. Monumen tersebut didirikan demi mengingat pendaratan bersejarah Jenderal Douglas MacArthur di Leyte, 20 Oktober 1944.


Macarthur Memorial Park_Wazzup


Patung perunggu MacArthur, Presiden Filipina yang dibuang, Sergio Osmena, dan lima orang lainnya menghiasi monumen indah ini. Sebuah peringatan atas pendaratan yang mengawali Perang Teluk Leyte, pertempuran laut terbesar selama Perang Dunia II.

Hasilnya bukan sembarangan. Sekutu berhasil merebut Filipina dari tangan Jepang usai perang yang berlangsung 23-26 Oktober 1944 ini.

Delapan bulan berikut, peristiwa serupa terjadi di Balikpapan, kota kecil di sisi timur Kalimantan. Pada 1 Juli 1945, MacArthur bersama Divisi 7 Australia dan pasukan sekutu lainnya mendarat di Pantai Klandasan Balikpapan.

Hari ini tepat 72 tahun lalu adalah Fox Day yang mengawali Operasi Oboe Two Sekutu demi merebut Balikpapan dari Jepang. Oboe Two diklaim sebagai operasi militer besar terakhir yang dilakukan Sekutu pada Perang Pasifik.

MacArthur mengawasi pendaratan di Klandasan dari Dek Kapal USS Cleveland. Hanya berselang dua jam, MacArthur bersikeras turun ke darat. Tentu saja ini menyibukkan para prajurit karena mortir Jepang masih berseliweran.

MacArthur yang pensiun dengan pangkat bintang lima ini turun ditemani jenderal lainnya. Sebut saja Jenderal Leslie Morshead, dan Jenderal George Milford. Foto-foto dokumentasi perang menunjukkan mereka berjalan kaki di jalan Klandasan.

Wilayah kota Balikpapan akhirnya berhasil dikuasai Sekutu pada 1 Juli 1945. Sementara Bandara Sepinggan pada 3 Juli 1945, disusul Bandara Manggar sehari kemudian. Foto dan berita pendaratan Sekutu langsung menghiasi halaman depan koran-koran Australia.

Faktanya Oboe Two memang operasi militer besar melibatkan 33.446 tentara sekutu. Lebih dari 31 ribu di antaranya adalah Australia. Sisanya adalah pasukan Amerika Serikat (AS) dan Belanda.

Intelijen Sekutu melaporkan Jepang bertahan di Balikpapan dengan 3.900 prajurit. Bantuan terdekat bisa datang dari Samarinda sebanyak 1.500 pasukan dan Banjarmasin sejumlah 2,300 orang.

Jangan ditanya arti penting Balikpapan dalam Perang Pasifik. Jurnalis perang Australia James Frisbee menyejajarkan Balikpapan dengan Ploesti, Rumania. Ploesti merupakan pengolahan minyak penting milik Jerman.

Serangan udara Sekutu dalam Operation Tidal Wave akhirnya menghancurkan Ploesti demi memutus suplai bahan bakar Jerman. Seandainya Balikpapan dan Tarakan belum direbut, Sekutu belum tentu mampu menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.

Apakah orang Balikpapan tak ikut berjuang mengusir Jepang? Jangan salah! Orang Balikpapan punya peran penting dalam Operasi Oboe Two. Aksi kontraintelijen yang dilakukan warga Balikpapan turut memudahkan serangan Sekutu.

Warga saat itu menyebarkan informasi hoax Sekutu akan menyerang Balikpapan pada 4 Juli 1945. Tanggal ini dipercaya karena bertepatan dengan hari kemerdekaan AS. Gosip lainnya adalah Sekutu akan mendarat di Manggar. Faktanya, Sekutu langsung mendarat di Klandasan.

Balikpapan beruntung Australia yang berwenang memulihkan ketertiban. Australia lebih bersimpati pada warga Balikpapan kendati NICA (Nederland Indische Civil Administration) bersiap mengambil alih Balikpapan.

Anthony Reid dan Martin O’Hare (1995) menuliskan simpati serdadu Australia pada pejuang Indonesia. Australia tak hanya menyebarkan pamphlet kemerdekaan Indonesia. Tentara-tentara bule ini diam-diam memberi senjata kepada pejuang Balikpapan.

Dukungan kemerdekaan tidak hanya datang dari prajurit Australia di Balikpapan. Buruh di Australia turut beraksi. Mereka menolak bongkar muat kapal-kapal Belanda yang akan berlayar ke Indonesia.

Indonesia boleh lepas dari penjajahan Jepang pada 17 Agustus 1945 saat Soekarno-Hatta membacakan teks proklamasi. Namun 1 Juli 1945, Jepang sudah takluk di Balikpapan. Kota ini sudah lebih dulu merdeka, Bung!

Tulisan ini tidak bermaksud melenakan diri dalam romantisme historis pasukan Sekutu atau Australia. Bukan pula puja-puji kepada MacArthur atau prajurit lain yang berperang di Balikpapan.

Rasanya tidak perlu membuat monumen pendaratan MacArthur seperti yang dilakukan Filipina. Bukan soal lebay menghormati jasa tentara asing, tetapi Balikpapan masih gagap berurusan dengan sejarahnya sendiri.

Tengok saja nasib monumen peringatan peristiwa 13 November 1945 di Karang Anyar. Lihat juga nasib bunker Jepang yang tidak dirawat, atau makam dan tugu Jepang yang pagar kayunya nyaris hancur.

Padahal Balikpapan punya catatan sejarah yang luar biasa. Balikpapan tak hanya berperan penting bagi kemerdekaan Indonesia. Kota ini punya andil berakhirnya Perang Dunia II.

Kehadiran pimpinan pasukan Sekutu sekelas MacArthur dan Sir Louis Mountbatten menunjukkan peran strategis Balikpapan. Perang udara dramatis dan operasi militer besar pernah terjadi di Balikpapan.

Ah, sudahlah! Mungkin Balikpapan sudah cukup dengan kemerdekaan. Sejarah dan kenangannya cukup dihayati dalam tulisan-tulisan seperti ini saja. Merdeka!

*Sebelumnya dimuat di Kaltim Post, edisi 1 Juli 2017

Popular Posts