Misi Nekad a la Pearl Harbor di Balikpapan
Kota Balikpapan pernah menjadi saksi serangan udara heroik nan dramatis, layaknya kisah Doolittle Raid di film Pearl Harbour. Letkol Doolittle menyerang Jepang dalam misi tak masuk akal dengan 16 pesawat bomber B-25. Di Balikpapan, 64 pesawat B-24s membombardir kilang minyak Pandansari
Film Pearl Harbour menceritakan misi patriotik Doolittle Raid. Misi itu adalah balasan atas serangan Bunuh Diri Jepang terhadap Pelabuhan Pearl Harbour Hawaii 7 Desember 1941. Pilot legendaris AS Letkol James Doolittle memimpin serangan udara
pada 18 April 1942.
Bomber B-25 Mitchell yang
digunakan Doolittle dan pasukannya harus menempuh jarak 2.400 mil laut. Padahal
daya jelajah normal hanya 1.300 mil laut. Belum lagi tak satupun dari pilot
B-25, termasuk Doolittle pernah lepas landas dari atas sebuah kapal angkut.
Sejumlah
modifikasi dilakukan atas B-25. Seperti mengurangi senjata dan membuang perangkat
radio. Yang paling menegangkan, mereka harus terbang menembus pertahanan Jepang
tanpa didampingi pesawat tempur.
Tiga pilot
dinyatakan tewas, sementara delapan lainnya tertawan Jepang. Meski hanya merusak
sejumlah target, serangan Doolittle berhasil memompa semangat prajurit AS saat
itu.
Sementara itu,
Balikpapan menjadi salah satu kunci kekuatan militer Jepang di Perang Dunia
(PD) II. Sekutu mengklaim 35 persen bahan bakar militer Jepang dipasok dari
pengolahan minyak di Balikpapan.
Sekutu
berulang kali melakukan serangan udara demi merusak pengolahan minyak dan pangkalan
udara di Balikpapan. Serangan pertama Sekutu terjadi pada 14 Agustus 1943. Grup 380th
Bomber pimpinan Letkol William Miller
mengirimkan 12 pesawat B-24s Liberator.
Jurnalis James
Frisbee menyejajarkan Balikpapan dengan Ploesti, pengolahan minyak utama Jerman
di Rumania. Misi ini pun disejajarkan dengan Operasi Gelombang Pasang (Operation Tidal Wave) yang menghancurkan
kilang-kilang Ploesti 1 Agustus 1943.
Grup 380th
menempuh jarak 2.700 mil selama 17 jam Darwin-Balikpapan-Darwin. Inilah misi
terjauh yang pernah dilakukan di barat daya Pasifik pada saat itu. Akibat cuaca
dan kerusakan mekanik, hanya sembilan pesawat yang mencapai Balikpapan.
Hari
berikutnya dua pesawat B-24 tiba di Balikpapan untuk memotret kerusakan. Serangan
dilanjutkan 9 unit B-24 (dari 11 unit yang diberangkatkan) pada 17 Agustus
1943. Grup 380th berhasil menghentikan operasi pengolahan minyak untuk
sementara.
Mereka juga menghancurkan
sejumlah kilang dan menenggelamkan 30.000 ton bahan bakar yang siap dikapalkan.
Jepang pun harus mendatangkan bantuan dari New Guinea demi memperkuat
pertahanan di Balikpapan.
Setahun kemudian
pemimpin AU untuk Timur Jauh, Letjen George Kenney menyiapkan pesawat B-29 yang
berdaya jelajah lebih jauh. Namun atasan Kenney, Jenderal Henry Arnold menolak karena
B-29 disiapkan untuk menyerang Jepang.
Kenney harus
kembali mengandalkan B-24 menyerang Balikpapan. Beruntung Sekutu berhasil merebut
Pulau Numfor, Papua pada September 1944. Sayangnya jarak Numfor-Balikpapan-Numfor
yang mencapai 2.610 mil masih di luar jangkauan B-24.
Hanya dalam dua
minggu Grup bomber 307th, 5th, dan 90th harus memodifikasi
beban pesawat sekaligus ujicoba. Mereka harus melakukan tiga kali ujicoba terbang untuk memastikan pesawat dapat bertahan sesuai perkiraan.
Pada 30 September 1944, pukul 01.40 dini hari, 64 unit B-24 Liberator mengudara dari landasan pacu Bandara Kornasoren Numfor yang gelap, pendek, dan tak beraspal.
Misi ini tiga
kali lebih jauh daripada jarak Inggris-Jerman. Jarak ekstrem juga berarti mereka
terbang tanpa kawalan pesawat tempur (fighter). Mereka terbang menghindari pangkalan
militer Jepang sambil berharap tak dicegat pesawat tempur lawan.
Pukul 08.00 pagi mereka sudah tiba di pantai barat Pulau Sulawesi Selatan sesuai jadwal. Di sekitar Tanjung Karang, Sulawesi Tengah mereka mempersiapkan formasi penyerangan.
Sesuai catatan
harian Kapten James Hobstetter, serangan hari itu dilakukan empat skadron udara
dalam dua gelombang. Pagi menjelang siang itu, awan pekat menutupi langit Balikpapan. Sementara radar
di pesawat komandan grup, Kolonel Thomas Musgrave rusak. Selama 45 menit mereka
berputar di atas Balikpapan. Berharap radar kembali berfungsi atau awan tertiup
angin.
Kedatangan
mereka terlihat dua pesawat Jepang. B-24 jelas tak bisa berbuat apa-apa tanpa
kawalan pesawat tempur. Musgrave dan pasukan hanya melawan seadanya sambil nekad
menjatuhkan bom ke Balikpapan.
![]() |
Foto Udara pemboman Balikpapan 1944 silam_AIRWAR WORLDWAR2.COM |
Menurut Catatan otobiografi Jendral George Kenney, serangan pagi itu melepaskan 85 ton bom ke atas objek vital Balikpapan. Serangan hari
itu merusak unit pengolahan Pandan Sari serta membakar habis sebuah kapal
tanker. Hampir seluruh pesawat berhasil kabur dari serangan pesawat Jepang. Satu
pesawat terpaksa mendarat di Morotai yang baru saja direbut Sekutu.
Tiga hari
berikutnya, 40 unit B-24 kembali membom di Balikpapan. Kali ini merusak
pengolahan pelumas, dan menghancurkan sejumlah kilang minyak. Masih ada tiga serangan
udara yang dilakukan Sekutu pada 10, 14, dan 18 Oktober 1944.
Namun dua
serangan terakhir tak lagi sedramatis sebelumnya. Bomber-bomber sekutu dikawal pesawat
tempur mereka. Rangkaian serangan ini menghentikan dua unit pengolahan dan
pabrik paraffin selama enam bulan. Turut hancur pula instalasi produksi minyak
diesel dan pelumas di Balikpapan.
Balikpapan pernah
menjadi saksi salah satu serangan udara terdahsyat dalam sejarah Perang Pasifik.
Namun lagi-lagi kisah ini tak muncul dalam sejarah arus utama. Orang Balikpapan
pun tak pernah mendengar cerita ini dari kakek dan nenek dulu. Beruntung penulis sempat tukar menukar surel dengan James Hobstetter, cucu dari Kapten Pete Hobstetter yang ikut dalam serangan 30 September 1944.
Konon, Sekutu memang hanya berniat menyerang instalasi minyak atau infrastruktur transportasi Jepang. Sehingga tak ada kerusakan selain target militer. Selain menghindari collateral damage, Sekutu tak ingin menyia-nyiakan amunisi dan tenaga.
Asap membumbung tinggi di kompleks pengolahan minyak Balikpapan, 1944 silam_CAPT PETE HOBSTETTER |
Menurut Frisbee, cerita di Balikpapan selalu kalah populer dengan berita pertempuran sekutu di Eropa. Padahal Balikpapan punya cerita perang yang tak kalah dramatis. Berharap kelak cerita-cerita Balikpapan difilmkan layaknya Pearl Harbour.