Dekat Tuhan itu Indah (II): Pagoda Avalokitesvara Semarang
Menikmati
keindahan fenomena alami itu biasa. Ada hal berbeda saat menemukan keindahan
pada fenomena ilahi. Kali ini bukan gunung atau pantai yang menarik hati. Rumah
Tuhan pun bisa memanjakan mata.
Pagoda Avalokitesvara Semarang |
Rasa penasaran selalu membuncah
setiap melewati kawasan militer Kodam IV Diponegoro, Semarang. Bukan kompleks
militer yang menarik. Tetapi di seberang kompleks Kodam IV ini tegak berdiri
sebuah pagoda.
Sampai akhirnya aku memberanikan
diri memasuki kompleks Vihara Batugong Semarang. Motorku kupacu pelan
melewati gerbang luar. Seorang petugas keamanan melemparkan senyuman kepada aku
dan adikku.
Senyuman petugas itu semakin
meyakinkanku kalau tempat ibadah ini terbuka untuk dikunjungi orang yang bukan
beragama Buddha. Kuparkir motorku di antara mobil-mobil yang lebih dulu datang.
Tampak pohon-pohon tertanam rapi menaungi
lahan parkir yang bisa menampung puluhan mobil.
Peralatan foto yang menjadi senjata utama petualangan pun kusiapkan
sebelum melihat pagoda dari dekat.
Tangga utama untuk masuk berada di
bagian depan pagoda. Papan nama Pagoda Avalokitesvara Buddhagaya Watugong menyambut
pengunjung. Di bawahnya tertulis tiga kata aksara Tiongkok yang tak kupahami.
Langkah kakiku selanjutnya semakin
membuatku merasa berada di dalam lingkungan peribadatan umat Buddha. Di sisi tangga
pohon bodhi besar nan rimbun menaungi pelataran pagoda.
Ini bukan pohon bodhi biasa. Tanaman
ini dibawa dan ditanam langsung oleh Narada Mahathera pada 1955. Di bawahnya patung
Buddha berwarna emas duduk bersemedi mengingatkan kita pada kisah Sidhatta
Gautama.
Pada kunjunganku saat itu, di depan
pohon bodhi berdiri tiga atau empat tenda kerucut. Tenda-tenda ini berisi
penjual makanan dan minuman untuk pengunjung pagoda.
Pengunjung berfoto di depan pagoda |
Jadi pengunjung yang mau berdoa atau
sekedar berwisata tak perlu kuatir haus atau kelaparan. Sekedar tahu saja, di
sekitar Pagoda tak ada swalayan yang bisa disambangi. Hanya penjual ubi madu
cilembu yang ada.
Pagoda Avalokitevara menjadi headline dari kawasan Vihara Batugong
ini. Berdiri menjulang hingga 45 meter, warna cerahnya membuat pagoda sangat
memikat hati.
Bangunan
pagoda tersusun menjadi tujuh tingkat berbentuk segi delapan (pat kwa) yang
mengandung filosofi tinggi. Untuk mencapai lantai dasar pagoda, aku harus
menaiki belasan anak tangga dari pohon bodhi di pelataran tadi.
Puluhan dupa
yang terbakar di dalam hio lo (tempat
menancap dupa) berada di depan pintu utama pagoda. Dari luar tampak patung Dewi
Kwan Im setinggi 5 meter. Rupa-rupa persembahan tertata rapi di atas meja di
hadapan dewi welas asih ini.
Di dinding
bagian luar sekeliling pagoda juga masih ada patung dewi welas asih berdiri di
atas teratai sambil menggendong bayi. Aku kurang mengerti arti patung ini. Yang
jelas di depannya masih terdapat hio lo
kecil untuk bersembayang.
Aku yang bukan pemeluk agama Buddha tersentuh dengan simbol-simbol ketuhanan di tempat ini. Dengan nekad aku mengirimkan doa dengan keyakinanku sendiri. Damai, hanya itu yang kuminta.
Di sisi lain
lapangan parkir terdapat Vihara Dhammasala. Konon semua unsur di sekitar vihara
ini memiliki makna religius yang dalam. Dindingnya berhiaskan relief Paticca
Samuppada, filosofi mendalam sebab akibat dalam agama Buddha.
Vihara Dhammasala |
Setelah puas
berkeliling, akupun mencari sudut-sudut menarik untuk memotret. Bangunan
seindah ini tak bisa disia-siakan. Beruntung waktu itu sepi pengunjung,
sehingga aku bisa leluasa mengabadikan rumah Tuhan satu ini.
Senyum sumringah menunjukkan suasana hatiku saat meninggalkan Vihara Batugong. Tak hanya mendapat gambar-gambar bagus. Rasanya damai! Seperti damainya ajaran-ajaran Buddha yang menentramkan hati.