Dekat Tuhan itu Indah (III): Gereja Katolik Ganjuran
Menikmati
keindahan fenomena alami itu biasa. Ada hal berbeda saat menemukan keindahan
pada fenomena ilahi. Kali ini bukan gunung atau pantai yang menarik hati. Rumah
Tuhan pun bisa memanjakan mata.
Nyaris tengah
malam saat aku memasuki parkir. Malam yang gelap ditambah suhu udara yang
semakin dingin justru membuatku semakin semangat mengunjungi tempat satu ini.
Perjalananku
kali ini sampai di Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran, Bantul. Gereja ini
berjarak setengah jam perjalanan arah selatan Kota Yogyakarta.
Di parkiran
sejumlah kios masih setia menjajakan pernik khas. Sementara di pojok, aroma
jahe khas bakul wedang ronde sedikit menghangatkan otakku. Aku pun melangkahkan
kakiku dengan yakin ke dalam pelataran.
Memasuki
gerbang kecil, sebuah tulisan besar menyambutku. “Berkah Dalem.” Singkat, padat,
namun sangat mendalam. Seorang kawan Katolik memberitahuku kalau artinya sama
dengan “GBU.”
Sejumlah pemuda dan remaja masih
cukup ramai di dalam pelataran gereja. Mereka terbagi dalam beberapa kelompok.
Sebagian terlihat serius berdiskusi. Lainnya tampak ceria dengan tawa-tawa
kecil menghiasi pembicaraan mereka.
Aku melewati sejumlah bangunan yang
tampak seperti rumah tinggal. Hingga sampai di sebuah halaman besar. Ini dia
yang kucari. Sebuah candi mirip prambanan berdiri di sisi utara halaman.
Tingginya kutaksir hanya sekitar 10
meter. Meskipun berbentuk candi, bangunan ini adalah tempat ibadah umat
Katolik. Jika candi Hindu biasanya menghadap ke timur, bangunan ini menghadap
ke selatan.
Sementara satu orang berdoa di dalam
candi. Untuk masuk ke dalam candi, pengunjung harus melewati sembilan anak
tangga. Angka sembilan konon dikaitkan dengan filosofi “nutupi babahan hawa
sanga.”
Apa artinya? Sila googling di yahoo
sendiri. Sementara di halaman bawah candi, belasan umat lainnya juga terlihat
berdoa. Ada yang berkelompok duduk menggunakan kursi plastik.
Beberapa orang lainnya duduk sendiri
di atas tikar. Bahkan ada yang datang membawa kursi lipat sendiri. Mereka
memilih cara dan posisi duduk yang paling nyaman untuk sekedar bersaat teduh
atau memanjatkan doa.
Yang hadir malam itu tak hanya
orangtua. Tetapi juga remaja dan anak-anak. Niatku untuk berdoa semakin terpacu
melihat suasana yang khidmat nan khusuk ini. Aku menyiapkan diriku untuk melakukan
hal serupa.
Kusingsingkan lengan baju dan celana
untuk membasuh kaki dan tanganku. Kesegaran air pun langsung menular ke wajah,
kaki, dan tanganku. Aku sudah siap berdiskusi dengan Sang Khalik.
Alas kakiku kutanggalkan sebelum naik ke atas teras candi.
Menunggu giliran masuk berdoa ke dalam. Saat tiba giliranku, sambil menunduk
aku menaiki tangga demi tangga sampai masuk ke dalam.
Cahaya kuning lampu cukup menerangi ruangan berukuran satu meter
persegi itu. Patung Yesus dengan tinggi sekitar 1,2 meter membuatku takjub. Patung
Yesus ini terlihat jauh berbeda dibandingkan bayanganku selama ini.
Corak Jawa sangat kental di dalam candi ini. Yesus bercorak batik terlihat
gagah berbusana bak raja Jawa. Di hadapan patung sejumlah karangan bunga
tertata manis diselingi dengan lilin yang menyala syahdu.
Lidahku mendadak kelu. Entah apa yang ingin kudiskusikan dengan
Tuhan kali ini. Aku menghabiskan waktu beberapa menit hanya untuk menata hati
menentramkan pikiranku.
Ya, aku ingat! Bersyukur. Aku hanya ingin bersyukur dan berterima
kasih pada-Nya. Tiada terkira penyertaan dan pemberian Tuhan dalam hidupku. Kali
ini aku tak ingin meminta apapun. Tuhan sudah terlalu banyak memberi.
My
quality time with God sudah cukup. Kali ini giliran
kameraku mengabadikan rumah-Nya. Selesai memotret di sekitar candi, akupun
bertanya-tanya, di mana gerangan bangunan gereja?
Personifikasi Yesus sebagai raja
Jawa terlihat di sisi kiri kanan mimbar. Patung malaikat berbusana wayang orang
berpasangan di atas altar. Pengetahuanku tentang tradisi Jawa sangat minim.
Tapi ini memang Jawa banget!
Petualanganku kali ini mengajarkan
satu hal. Beribadah juga memerlukan suasana yang tepat. Pantas saja para pertapa
memilih tempat yang sepi dan indah untuk mendekatkan diri dengan sang Empunya.